Saturday, August 2, 2008

Penangan urbanisasi perlu menjadi kebijakan nasional

Menneg LH Sarwono Kusumaatmdja: Penanganan Urbanisasi Perlu Menjadi Kebijakan Nasional -------------------------------
-Penanganan masalah urbanisasi yang tinggi di kota besar di negara-negara berkembang, sudah harus menjadi sebahagian dari kebijakan nasional. Hal ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang terlampau cepat seperti di Jakarta, telah menimbulkan persoalan tersendiri dalam penyediaan berbagai kemudahan serta kualiti lingkungan hidup.
-Demikian dikemukakan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Sarwono Kusumaatmadja di depan konsultasi nasional pembangunan perkotaan yang diselenggarakan Forum Pengembangan Keswadayaan di Jakarta, Rabu (21/9). Selain Menteri Sarwono, tampil sebagai pembicara Dr. Tommy Firman dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Prof Johan Silas dari Institut Teknologi Surabaya (ITS).
-Menurut Sarwono, Jakarta pada tahun 2000 akan menjadi salah satu dari 23 mega cities di dunia yang berpenduduk di atas 10 juta jiwa. Pertambahan jumlah penduduk yang cepat itu, berhadapan dengan terbatasnya sumber daya alam dan sumber daya buatan, seperti air bersih, perumahan, sanitasi lingkungan, tempat pembuangan sampah, dan pelayanan kesehatan. Sementara pemakaian air tanah yang berlebihan menyebabkan penurunan muka air tanah sangat cepat, dan di beberapa tempat dapat menyebabkan penurunan tanah, serta intrusi air laut sampai jauh ke darat.
-Ia mengatakan, masalah lain yang cukup parah akibatnya pesatnya urbanisasi adalah semakin memburuknya kualiti lingkungan hidup, yang antara lain terlihat dari kehidupan di kawasan kumuh yang semakin parah, meningkatnya limbah rumah tangga, pencemaran udara.
Masalah arus migrasi dari pedesaan ke perkotaan, menurut Menteri LH, bukan hanya masalah Jawa saja. Tapi juga berkaitan dengan perkembangan daerah-daerah luar Jawa. Sehingga upaya menekan arus migrasi harus dilakukan melalui pendekatan pengembangan wilayah. Ini berarti fasilitas-fasilitas yang biasa dinikmati penduduk perkotaan pembangunannya perlu disebarkan ke pedesaan. Dengan cara ini penduduk pedesaan yang bermigrasi ke perkotaan karena ingin menikmati fasilitas urban, akan terangsang untuk tetap tinggal di desanya.
-Ditambahkan, karena masalah arus migrasi bukan hanya masalah Jawa, maka kebijakan menekan arus migrasi harus merupakan bagian dari kebijaksanaan nasional. Sehingga Pemda-pemda Tk II diluar Jawa perlu dilibatkan mengurangi arus migrasi, melalui suatu kebijakan "mengurbankan" daerah pedesaan melalui penyebaran pembangunan fasilitas-fasilitas perkotaan. Untuk itu, penyusunan tata ruang pembangunan masing-masing daerah, haruis mengacu pada tata ruang nasional.
-Khusus mengenai pembangunan sejumlah epmukiman kota baru oleh swasta, seperti reklamasi pantai, dll. Menurut Sarwono tidak perlu dilarang sepanjang dampaknya tidak besar terhadap perubahan fungsi lingkungan alamnya. Untuk menilai kelayakan rencana pembangunan pemukiman kota baru oleh swasta, pemda perlu mengoptimalkan fungsi Amdal regional.
-Demikian pula dalam pengalihan fungsi lahan pertanian produktif, pemuda jangan terlalu mudah tunduk pada "tekanan" dari para developer. Atau pun kalau itu harus dilakukan, developer perlu mencetak sawah pengganti lengkap dengan irigasi teknis diluar pulau Jawa, sebelum diberikan izin menggunakan lahan yang dimohon.
(Harian Umum Kompas, 22 September 1994)

No comments: