Saturday, August 2, 2008

Ketidakefisienan MPAJ menangani masalah rakyat

Di Kuala Lumpur, mangsa kejadian tanah runtuh di Kampung Pasir, Hulu Kelang menyatakan kekecewaannya terhadap Majlis Perbandaran Ampang Jaya (MPAJ) yang tidak bertindak menangani masalah pembangunan di kawasan itu walaupun penduduk telah membuat aduan. Pengaduan jawatankuasa penduduk Kampung Pasir kepada MPAJ berkenaan projek pembangunan perumahan di tepi bukit itu telah dilakukan sejak 3 tahun lepas tetapi tiada sebarang tindakan yang diambil oleh MPAJ untuk menangani masalah tersebut. Kawasan yang didiami kirakira 200 orang dengan lebih 90 peratus warga Indonesia yang menyewa daripada rakyat tempatan ini merupakan kawasan bukit dan tidak diteroka (untuk pembangunan projek perumahan) lagi tetapi tiga tahun lepas kawasan ini mula diteroka dan akibatnya nyawa mangsa tidak bersalah menjadi korban. BERNAMA

Masalah jerebu di Sabah akibat proses perbandaran

Jerebu adalah merupakan zarah-zarah kecil yang boleh wujud secara semulajadi ataupun wujud akibat daripada kegiatan seharian manusia. Asap kilang, asap kenderaan dan juga asap pembakaran adalah faktor penyumbang kewujudan jerebu. Apabila zarah-zarah kecil berkumpul dengan jumlah yang banyak, bertaburan dan terapung di udara maka ia akan menyerap dan menghalang cahaya matahari untuk sampai ke permukaan bumi. Keadaan ini kemudiannya akan menyekat pemandangan dan menurunkan kadar penglihatan.

Jerebu adalah satu fenomena yang begitu merunsingkan pada satu ketika dahulu. Ia bukan sahaja membawa kesan buruk kepada individu tetapi juga kepada negara. Jerebu selalunya berlaku di kawasan bandar. Kilang dan jumlah kenderaan yang banyak menjadi penyumbang utama kepada fenomena ini. Selain daripada itu keadaan cuaca memburukan lagi keadaan, dimana pada tahun 1997, negara telah dilanda fenomena El-Nino yang membawa cuaca kering dan panas berpanjangan. Jumlah hujan menurun dan negara mengalami masalah bekalan air dan penurunan tekanan air. Antara daerah yang mengalami masalah ini di Sabah ialah daerah Kota Merudu, Kota Belud dan Kudat.

Namun begitu kejadian jerebu yang paling teruk dialami pada tahun lalu adalah disebabkan oleh pembakaran terbuka oleh negara jiran. Sabah juga terjejas teruk akibat daripada fenomena ini. Pembakaran terbuka di Kalimantan nyata telah membawa padah apabila api sukar dikawal dan menjilat sebahagian besar kawasan hutan. Oleh kerana Kalimantan agak berdekatan dengan Sabah maka penduduk semakin cemas dan langkah berjaga-jaga harus dilakukan. Asap akibat daripada pembakaran tersebut meliputi negeri Sabah menyebabkan keadaan semakin teruk. Sabah terpaksa menghantar bantuan kepada Kalimantan dan Indonesia untuk memadam kabakaran. Jabatan Bomba dan Penyelamat Negeri telah menghantar 80 orang anggotanya untuk tujuan tersebut. Pembakaran ini bukan sahaja menimbulkan masalah kepada negara kita malah negara-negara lain yang berdekatan seperti Thailand, Singapura, Brunai dan Filipina juga tercemar dengan teruk. Jabatan Kajicuaca Sabah melipatgandakan usaha untuk memberikan bacaan Index Pencemaran Udara (IPU) kepada semua penduduk untuk mengetahui tahap kualiti udara yang tepat.
Sumber : Borneo Post, 23/9/1997 dan Daily Express, 5/2/1997

Penangan urbanisasi perlu menjadi kebijakan nasional

Menneg LH Sarwono Kusumaatmdja: Penanganan Urbanisasi Perlu Menjadi Kebijakan Nasional -------------------------------
-Penanganan masalah urbanisasi yang tinggi di kota besar di negara-negara berkembang, sudah harus menjadi sebahagian dari kebijakan nasional. Hal ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang terlampau cepat seperti di Jakarta, telah menimbulkan persoalan tersendiri dalam penyediaan berbagai kemudahan serta kualiti lingkungan hidup.
-Demikian dikemukakan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Sarwono Kusumaatmadja di depan konsultasi nasional pembangunan perkotaan yang diselenggarakan Forum Pengembangan Keswadayaan di Jakarta, Rabu (21/9). Selain Menteri Sarwono, tampil sebagai pembicara Dr. Tommy Firman dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Prof Johan Silas dari Institut Teknologi Surabaya (ITS).
-Menurut Sarwono, Jakarta pada tahun 2000 akan menjadi salah satu dari 23 mega cities di dunia yang berpenduduk di atas 10 juta jiwa. Pertambahan jumlah penduduk yang cepat itu, berhadapan dengan terbatasnya sumber daya alam dan sumber daya buatan, seperti air bersih, perumahan, sanitasi lingkungan, tempat pembuangan sampah, dan pelayanan kesehatan. Sementara pemakaian air tanah yang berlebihan menyebabkan penurunan muka air tanah sangat cepat, dan di beberapa tempat dapat menyebabkan penurunan tanah, serta intrusi air laut sampai jauh ke darat.
-Ia mengatakan, masalah lain yang cukup parah akibatnya pesatnya urbanisasi adalah semakin memburuknya kualiti lingkungan hidup, yang antara lain terlihat dari kehidupan di kawasan kumuh yang semakin parah, meningkatnya limbah rumah tangga, pencemaran udara.
Masalah arus migrasi dari pedesaan ke perkotaan, menurut Menteri LH, bukan hanya masalah Jawa saja. Tapi juga berkaitan dengan perkembangan daerah-daerah luar Jawa. Sehingga upaya menekan arus migrasi harus dilakukan melalui pendekatan pengembangan wilayah. Ini berarti fasilitas-fasilitas yang biasa dinikmati penduduk perkotaan pembangunannya perlu disebarkan ke pedesaan. Dengan cara ini penduduk pedesaan yang bermigrasi ke perkotaan karena ingin menikmati fasilitas urban, akan terangsang untuk tetap tinggal di desanya.
-Ditambahkan, karena masalah arus migrasi bukan hanya masalah Jawa, maka kebijakan menekan arus migrasi harus merupakan bagian dari kebijaksanaan nasional. Sehingga Pemda-pemda Tk II diluar Jawa perlu dilibatkan mengurangi arus migrasi, melalui suatu kebijakan "mengurbankan" daerah pedesaan melalui penyebaran pembangunan fasilitas-fasilitas perkotaan. Untuk itu, penyusunan tata ruang pembangunan masing-masing daerah, haruis mengacu pada tata ruang nasional.
-Khusus mengenai pembangunan sejumlah epmukiman kota baru oleh swasta, seperti reklamasi pantai, dll. Menurut Sarwono tidak perlu dilarang sepanjang dampaknya tidak besar terhadap perubahan fungsi lingkungan alamnya. Untuk menilai kelayakan rencana pembangunan pemukiman kota baru oleh swasta, pemda perlu mengoptimalkan fungsi Amdal regional.
-Demikian pula dalam pengalihan fungsi lahan pertanian produktif, pemuda jangan terlalu mudah tunduk pada "tekanan" dari para developer. Atau pun kalau itu harus dilakukan, developer perlu mencetak sawah pengganti lengkap dengan irigasi teknis diluar pulau Jawa, sebelum diberikan izin menggunakan lahan yang dimohon.
(Harian Umum Kompas, 22 September 1994)